Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS berkaitan masyarakat desa atau pertanian. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu.
Ethnolinguistics is a study that connects linguistic concepts related to culture in local communities. The people in Tladan village, Kawedanan district, Magetan regency are still familiar with the terms rice farming activities from generation to generation, so the relationship between Javanese language and culture in the use of the term rice farming activities can be studied with an etnolinguistik purpose of this research is 1 to describe the form of language in Javanese culture related to rice farming activities in Tladan Village, Kawedanan district,Magetan regency 2 to describe the lexical, gramatical and cultural meanings summarized in Javanese languages and culture related to rice farming activities in Tladan Village, Kawedanan district,Magetan regency 3 describes the mindset, perspective on life, and the world of the peasant community in Tladan Village in Tladan village, Kawedanan district, Magetan regency. This type of research is basic research, the level of this research is descriptive data was collected using farming activity observation techniques, proficient methods, and literature study. The data research were analyzed by distribution method distributional and the equivalent method. This result of this study are 1 the form of language described by monomorphemic, polymorphemic, and phrases contained in the language in Javanes culture related to rice farming activities in Tladan Village, Kawedanan district,Magetan regency 2 the lexical,gramatical, and cultural meanings contained in the language of Javanese culture related to rice farming activities in Tladan Village, kawedanan district, Magetan regency 3mindset, perspective of life, and the world of the peasant community in Tladan Village, Kawedanan district, Magetan regency. Keywords ethnolinguistics, rice farming, Magetan, Tladan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Sutasoma 8 2 2020 Sutasoma Jurnal Sastra Jawa Bahasa dan Pandangan Hidup Masyarakat Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Tladan Kecamatan Kawedanan Kabupaten Magetan Kajian Etnolinguistik Nanda Anjarwati Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Corresponding Author nanda140898 Abstrak Etnolinguistik adalah suatu kajian yang menghubungkan konsep kebahasaan yang berkaitan dengan budaya di masyarakat setempat. Masyarakat desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan masih mengenal istilah-istilah aktivitas pertanian padi secara turun-temurun, sehingga hubungan bahasa dan budaya Jawa dalam pemakaian istilah aktivitas pertanian padi dapat dikaji dengan pendekatan penelitian ini, yaitu mendeskripsikan 1 mendeskripsikan bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan2 mendeskripsikan arti leksikal, makna gramatikal, dan makna kultural yang terangkum dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan3mendeskripsikan pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan. Jenis penelitian ini ialah penelitian dasar dengan taraf deskriptif kualitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi kegiatan pertanian, metode cakap dan studi pustaka. Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode agih dan metode padan. Hasil penelitian ini, yaitu 1 bentuk bahasa berupa monomorfemis, polimorfemis, dan frasa yang terdapat dalam bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan 2 arti leksikal, makna gramatikal,dan makna kultural yang terdapat dalam bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan 3 pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan. Kata kunci etnolinguistik, pertanian padi, Magetan, Tladan. Abstract Ethnolinguistics is a study that connects linguistic concepts related to culture in local communities. The people in Tladan village, Kawedanan district, Magetan regency are still familiar with the terms rice farming activities from generation to generation, so the relationship between Javanese language and culture in the use of the term rice farming activities can be studied with an etnolinguistik purpose of this research is 1 to describe the form of language in Javanese culture related to rice farming activities in Tladan Village, Kawedanan district,Magetan regency 2 to describe the lexical, gramatical and cultural meanings summarized in Javanese languages and culture related to rice farming activities in Tladan Village, Kawedanan district,Magetan regency 3 describes the mindset, perspective on life, and the world of the peasant community in Tladan Village in Tladan village, Kawedanan district, Magetan regency. This type of research is basic research, the level of this research is descriptive data was collected using farming activity observation techniques, proficient methods, and literature study. The data research were analyzed by distribution method distributional and the equivalent method. This result of this study are 1 the form of language described by monomorphemic, polymorphemic, and phrases contained in the language in Javanes culture related to rice farming activities in Tladan Village, Kawedanan district,Magetan regency 2 the lexical,gramatical, and cultural meanings contained in the language of Javanese culture related to rice farming activities in Tladan Village, kawedanan district, Magetan regency 3mindset, perspective of life, and the world of the peasant community in Tladan Village, Kawedanan district, Magetan regency. Keywords ethnolinguistics, rice farming, Magetan, Tladan Ā© 2020 Universitas Negeri Semarang p-ISSN 2252-6307 135 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 PENDAHULUAN Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam anggota masyarakat pemakai bahasa dan merupakan dokumentasi kegiatan atau aktivitas hidup manusia. Selain itu bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan inventaris ciri-ciri kebudayaan Nababan, 199338.Begitu pula petani di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani, dan dominan petani padi, karena sebagian besar tanah di desa Tladan, cocok untuk pertanian padi. Pada umumnya bahasa yang digunakan petani di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan, merupakan alat untuk mencapai sistem pengetahuan masyarakat di daerah tersebut. Sistem pengetahuan ini menunjukkan kearifan lokal yang perlu dikuak keberadaannya, diketahui maksudnya, dan bisa direvitalisasi. Melalui suatu ungkapan, dapat diketahui pandangan hidup dan pola pikir masyarakat. Bahasa yang digunakan oleh para petani terangkum dalam budaya Jawa berupa istilah-istilah terkait aktivitas pertanian padi. Sekarang ini, banyak generasi muda yang tidak mengetahui tentang bahasa dan budaya Jawa dalam aktivitas pertanian padi, seperti matun matunā. Oleh karena itu, bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan penting dikaji melalui pendekatan etnolinguistik. Alasan penelitian mengenai bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi dapat dikaji secara etnolinguistik, mendasarkan pada pengertian bahwa etnolinguistik adalah suatu kajian yang menghubungkan konsep kebahasaan yang berkaitan dengan budaya di masyarakat setempat. Masyarakat desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan masih mengenal istilah-istilah aktivitas pertanian padi secara turun-temurun, sehingga hubungan bahasa dan budaya Jawa dalam pemakaian istilah aktivitas pertanian padi dapat dikaji dengan pendekatan etnolinguistik. Peneliti ingin melestarikan budaya Jawa kepada generasi muda melalui hal-hal sederhana yang sering diabaikan dan jarang diketahui. Hal-hal sederhana seperti aktivitas pertanian padi merupakan suatu budaya yang hidup di Jawa. Secara linguistik pengkajian bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi tersebut perlu adanya pengkajian dari aspek mikrolinguistik dan aspek makrolinguistik. Mikrolinguistik dengan mempelajari bahasa di dalamnya, dengan perkataan lain, mempelajari struktur bahasa itu sendiri Kridalaksana, 2008154, Sedangkan makrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk di dalamnya bidang interdisipliner dan bidang terapan Kridalaksana, 2008 149. Salah satu bidang interdisipliner yang dikaji makrolinguistik adalah etnolinguistik. Ahimsa 19975 menyatakan bahwa istilah etnolinguistik yaitu berasal dari kata etnologi dan linguistik yang lahir karena penggabungan antara pendekatan etnologi dengan pendekatan linguistik. Atas dasar inilah, Ahimsa membagi kajian 136 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 etnolinguistik dalam dua golongan, yaitu kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan kajian etnologi yang memberikan sumbangan bagi linguistik. Hal-hal terkait aktivitas pertanian padi yang terekspresikan dalam bahasa dan budaya Jawa dapat dideskripsikan melalui interdisipliner etnolinguistik, sebagai berikut. matun [matUn] matunā Satuan lingual matun berbentuk polimorfemis. Matun berasal dari kata watun cabutā verba mendapatkan imbuhan prefiks m- sebagai nasal. Berikut Bagi Unsur Langsung dari kata āmatunā. matun m -N watun mt mbt Bentuk lingual matun matunā merupakan morfem bebas kompleks yang terdiri atas unsur langsung m dan watun watunā. Watun watunā merupakan morfem bebas tunggal, yang tidak mempunyai unsur langsung lagi, bisa berdiri sendiri, dan mempunyai arti. Di pihak lain, nasal -m sebagai prefiks merupakan morfem terikat, yang belum mampu berdiri sendiri dan belum mempunyai makna. Namun, akan muncul makna gramatikalnya setelah bergabung dengan morfem bebas tunggal watun watunā sehingga menjadi matun matunā. Arti leksikal matun matunā berasal dari kata dasar watun watunā . Watun yaiku dibubuti sukete sing padha thukul ing tanduran cabut rumput yang tumbuh di sekitar tanaman Poerwadarminta, 1939658. Matun yaiku mbubuti suket ing sawah/tĆŖgal mencabut rumput yang ada di sawah / tĆŖgalā Poerwadarminta, 1939 299. Sedangkan morfem terikat nasal {-m} prefiks mempunyai makna gramatikal menyatakan aktivitas sebagaimana dalam mt morfem tunggalnya yaitu watun watunā. Dengan demikian makna gramatikal dalam bentuk matun yaitu menyatakan aktivitas mencabut rumput. Mencabut rumput di sini adalah mencabut rumput di sawah. Sehingga makna gramatikal secara lengkap dari bentuk matun adalah aktivitas mencabut rumput pengganggu di sawah. Makna kultural matun matunā menurut Nur Wakid 55 dilakukan setelah masa tandur tanamā. Kira-kira ketika padi sudah 15-20 hari setelah masa tandur tanamā. Matun matunā dilakukan agar tumbuhnya tanaman padi tidak diganggu oleh rumput. Menurut Adi Wiyono 71 dalam kehidupan sehari-hari, maksud dari matun matunā adalah matun tumindake, matun tingkah lakune matun tindakannya, matun perilakunya.ā Maksudnya membuang perilaku buruk, membuang pikiran dan tindakan yang tidak baik agar tindakan baik selalu tertanam. Selain itu juga menggambarkan orang Jawa itu bersih dari segi fisik dan juga psikisnya. Sehingga pada uraian di atas dari fenomena etnologi menyebabkan fenomena linguistik. Deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui pengungkapan bahasa verbal dalam aktivitas pertanian padi di desa Tladan dapat diketahui pola pikir, berupa prinsip, 137 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 aturan yang masih dipegang, dan pandangan hidup masyarakat desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan. Dari deskripsi data awal tersebut peneliti sangat penasaran terhadap data penelitian secara keseluruhan. Bagaimana bentuknya? Samakah bentuknya dengan data matun matunā yang merupakan polimorfemis atau mungkin ditemukan bentuk lain yang beragam? Begitu pula, bagaimana arti leksikalnya, makna gramatikal dan makna kulturalnya, serta bagaimana pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani yang terkandung dalam setiap data penelitian. Di sisi lain peneliti juga sangat penasaran mengapa dalam data secara keseluruhan bisa terjadi bentuk, arti leksikal, makna gramatikal, makna kultural dan pola pikir, pandangan hidup dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani sebagaimana yang terkandung dalam setiap data penelitian. Penelitian sebelumnya yang relevan terkait penelitian ini di antaranya adalah 1 Fitrianingrum. 2016. Bahasa dalam budaya jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Kajian Etnolinguistik 2 Makna Kultural Pada Istilah Bidang Pertanian Padi Di Desa Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah Sebuah Tinjauan Etnolinguistik 3 Saharudin dan Syarifuddin. 2012. Kategori Dan Ekspresi Linguistik Dalam Bahasa Sasak Pada Ranah Pertanian Tradisional Kajian Etnosemantik, 4 Haryanti dan Wahyudi. 2007. Ungkapan Etnis Petani Jawa Di Desa Japanan,Kecamatan Cawas, Kabupaten KlatenKajian Etnolinguistik, 5 Fujiono dkk. 2014. Istilah-Istilah Pertanian Padi Dan Palawija Pada Masyarakat Madura Di Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo Suatu Tinjauan Etnolinguistik, 6 Suyanto. 2019. Istilah-istilah dalam Budidaya Tanaman Padi di Desa Banjarsari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, 7 Agdona. 2018. Bahasa dan Budaya Jawa Terkait Tradisi Wiwit Sawah di Desa Musuk Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Kajian Etnolinguistik. Berdasarkan 5 penelitian sebelumnya, penelitian yang mengkaji tentang Bahasa dan Pandangan Hidup Masyarakat Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan dari perspektif kajian etnolinguistik belum pernah dilakukan. Maka, penelitian yang akan dilakukan ini akan mengkaji bahasa dalam budaya Jawa terkait dengan aktivitas pertanian padi dari awal mula menanam benih sampai memanen padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan. Banyaknya penelitian dengan tema serupa justru akan memperkaya inventarisasi leksikon terkait pertanian dan menambah kekayaan khazanah leksem bahasa yang menjadi objek penelitian. Selain itu, penelitian ini lebih berkontribusi untuk memperkaya fakta empiris terkait penelitian etnolinguistik. Penelitian ini merumuskan tiga permasalahan, yaitu 1 Bagaimanakah bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan? 2 Bagaimanakah arti leksikal, makna gramatikal, dan makna kultural yang 138 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 terangkum dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan? 3 Bagaimanakah pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan? METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian dasar yang bersifat deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan ialah etnolinguistik. Data dalam penelitian ini meliputi data lisan yang diperoleh dari informan berwujud kata, frasa, yang berkaitan dengan aktivitas pertanian padi2 data lisan yang diperoleh dari informan terpilih untuk menjelaskan tentang makna kultural bahasa terkait aktivitas pertanian padi, 3 doa atau mantra yang terkait dalam aktivitas pertanian padi, data berupa gambar atau simbol terkait aktivitas pertanian padi, 4 data tulis terkait penjelasan arti leksikal yang termuat dalam kamus. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data lisan yang berasal dari tuturan informan sebagai informan terpilih yang mengetahui segala hal terkait aktivitas pertanian padi dan data pustaka yang berupa kamus. yang mengetahui segala hal terkait aktivitas pertanian padi. Adapun kriteria Pemilihan informan perlu mempertimbangkan usia informan, wawasan pengetahuan informan,minat perhatian informan terhadap permasalahan penelitian dan keterampilan berbahasa yang memadai Samarin, 198555. informan yang dipilih kurang lebih memenuhi syarat-syarat berikut 1 penutur asli bahasa Jawa, 2 memahami bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian, 3 mempunyai pengetahuan spiritualitas, 4 mengetahui bahasa dan budaya Jawa, 5 memiliki alat ucap yang lengkap, 6 alat pendengaran normal, 7 bersedia menjadi informan dan mempunyai waktu yang cukup, 8 bersikap terbuka, sabar, ramah, dan tidak mudah tersinggung. Informan dalam penelitian ini terdiri dari berbagai aspek di antaranya adalah a pemilik sawah pemilik sawah yang tidak mengerjakan aktivitas pertanian sama sekali dan pemilik sawah yang sebagian besar mengerjakan aktivitas pertanian secara mandiri, b spiritualis atau penutur Jawa sesepuh desa, c pujangga methil pari , d penggarap sawah lelangan, maro dan mertelu, e buruh macul, mopok, ndhedhet, f buruh tandur dan ndhaut, g buruh derep panen padi, h buruh matun dan sulam, i buruh nampingi dan ngalisi, j bagian ngekum, ngepep, dan nyebar winih, k bagian ndhiselne, eleb sawah, dan nurut banyu, l buruh mepe gabah, m tukang ngirim dan nonjoki istri petani sekaligus petani, n tukang ngrabuk dan nyemprot, o bagian ngusungi gabah, p buruh palir, g bagian HIPPA dan PJ dhisel desa. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi, metode cakap dan studi pustaka. Data dianalisis dengan metode agih teknik BUL Bagi Unsur Langsung dan metode padan. Metode penyajian data pada penelitian ini dengan metode formal dan informal. 139 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 PEMBAHASAN A. Bentuk Bahasa dalam Budaya Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Tladan, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan. Aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan, terdapat 3 bentuk bahasa yang meliputi monomorfemis, polimorfemis afiksasi, reduplikasi, dan frasa. 1. Bentuk Monomorfemis Bentuk monomorfemis tentang bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan seperti pada contoh data bengkok [bGkOk] bengkokā Satuan lingual bengkok merupakan morfem bebas tunggal yang tidak dapat dicari unsur langsungnya,dapat berdiri sendiri, berarti leksikal dan belum mengalami suatu proses morfologis. Bengkok merupakan sawah yang dijadikan upah/gaji untuk lurah dan perangkat desa. jani [jani] janiā Satuan lingual jani merupakan morfem bebas tunggal yang tidak dapat dicari unsur langsungnya, dapat berdiri sendiri, berarti leksikal dan belum mengalami suatu proses morfologis. Jani merupakan salah satu bagian dalam aktivitas pertanian padi yang berupa upah untuk dhukun dukunā atau sesepuh. Sesepuh yang sudah methil sawah, harus diberi upah, sebagai tanda terima kasih. 2. Bentuk Polimorfemis Polimorfemis dibentuk melalui beberapa proses morfemis yaitu afiksasi imbuhan, reduplikasi pengulangan, dan pemajemukan/ komposisi. Bentuk polimorfemis tentang bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan seperti pada contoh data a. Afiksasi pengimbuhan methil [mTIl] methilā m N- pethil mt mbt Satuan lingual methil merupakan morfem bebas kompleks yang terdiri atas unsur langsung nasal m dan pethil petikā. Pethil petikāmerupakan morfem bebas tunggal, yang tidak mempunyai unsur langsung lagi, bisa berdiri sendiri, dan mempunyai arti. Di pihak lain, nasal -m sebagai prefiks merupakan morfem terikat, yang belum mampu berdiri sendiri dan belum mempunyai makna. Namun, akan muncul makna gramatikalnya setelah bergabung dengan morfem 140 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 bebas tunggal pethil petikā sehingga menjadi methil. Methil adalah salah satu aktivitas pertanian padi yang dilakukan oleh para petani ketika padi sudah mulai menguning dan akan segera dipanen. b. Pengulangan atau reduplikasi lerleran [lĆ©rlĆ©ran] lerleranā lerler an mt mbt reduplikasi Satuan lingual lerleran merupakan morfem bebas kompleks yang terdiri atas unsur langsung lerler dan an. Lerler merupakan mofem bebas kompleks yang mengalami proses reduplikasi utuh, yang mana kata pertama ler lerā diulang lagi, sehingga menjadi lerler. Ler lerā merupakan morfem bebas tunggal, yang tidak mempunyai unsur langsung lagi, bisa berdiri sendiri, dan mempunyai arti. Di pihak lain, nasal -an sebagai sufiks merupakan morfem terikat, yang belum mampu berdiri sendiri dan belum mempunyai makna. Namun, akan muncul makna gramatikalnya setelah bergabung dengan morfem bebas kompleks lerler lerlerāsehingga menjadi lerleran. Lerleran adalah lahan sawah siap tanam setelah selesai diluku dibajakā dan digaru digaruā. 3. Frasa Bentuk frasa tentang bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan seperti pada contoh data andum bawon [andUm bawOn] membagi bawonā andum bawon mbt mbt Frasa andum bawon, merupakan unsur sintaksis yang terdiri dari dua unsur langsung berupa kata andum dan bawon. Kedua unsur langsung tersebut mempunyai ciri fungsi predikat dan objek. Andum sebagai predikat dan bawon sebagai objek. Ciri fungsi predikat objek, tidak melampaui ciri fungsi klausa subjek, predikat. Selain itu frasa andum bawon dapat disisipkan afiks misalnya sufiks {-e} menjadi andume bawon cara membagi bawonā, andum sebagai unsur inti. 141 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 B. Arti Leksikal dan Makna Gramatikal yang Terangkum dalam Bahasa dan Budaya Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Tladan, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan. derep [drp] derepā Arti leksikal derep āderepā yaiku melu nggarap sawah sarta ngeneniopahane bawon ikut menggarap sawah serta mengunduh upahnya bulir-bulir padiāPoewadarminta, 193968. lelangan [lelaGan] lelanganā Bentuk lingual lelangan terdiri dari bentuk bebas tunggal lelang dan unsur langsung {āan} sufiks. Arti leksikal lelang lelangā yaiku adol tuku barang ing umum sing pangenyange sarana onjo-onjonan jual beli barang yang umumnya ditawar dengan cara kepintaran pembeliā Poerwadarminta,1939265. Sedangkan morfem terikat {-an} sufiks mempunyai makna gramatikal menyatakan aktivitas sebagaimana dalam mt morfem tunggalnya yaitu lelang lelangā. Dengan demikian makna gramatikal dalam bentuk lelangan yaitu menyatakan aktivitas membeli barang yang dijual murah. Barang di sini adalah sawah atau bengkok bengkokā. Sehingga makna gramatikal secara lengkap dari bentuk lelangan adalah aktivitas menjual sawah dengan harga murah. C. Makna Kultural yang Terangkum dalam Bahasa dan Budaya Jawa Terkait Aktivitas Pertanian Padi di Desa Tladan, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan nonjoki[nOnjO?i] nonjokiā Gambar nonjoki Dokumen Nanda, 25 Februari 2020 Makna kultural nonjoki menurut informan bahwa nasi tonjokan yang dibawa ke sawah berupa hasil bumi dan apapun yang dipunyai pemilik sawah. Namun yang pasti ada adalah sega punar atau nasi kuning. Macam lauk pauk nasi tonjokan adalah ayam/ingkung, bothok pelas, nasi kuning sedikit saja, dan pisang. Nasi yang sudah diwadahi daun pisang tersebut diletakkan di poncotan pojokanā sawah lalu dibacakan doa, kemudian dibagi-bagikan ke warga sawah sebagai kiblat, kalau orang jawa menyebutnya sedulur papat lima pancer. Poncotan pojokanā sebagai pancerāpusatā. Informan Padi 84 tahun, 11 April 2020 Informan Riman 91 tahun, 11 April 2020 142 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 Setiap satu lahan sawah diberi 5 nasi tonjokan tonjokanā. Empat tonjokan tonjokanā diletakkan di setiap poncotan pojokanā, dan satunya diletakkan di tempat methilnya pari tempat Dewi Sri diambil/ngantenannya padi.Jika petani punya banyak sawah tinggal mengalikan lima. Namun, seiring perkembangan jaman, masyarakat hanya meletakkan satu nasi tonjokan di setiap lahan sawah sebagai syarat saja. Sehingga pada uraian di atas dari fenomena etnologi menyebabkan adanya fenomena linguistik. D. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan Terhadap Dunia Masyarakat Petani di Desa Tladan, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan a. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan Terhadap Dunia Masyarakat Petani terkait Aktivitas Pada Saat Panen Masyarakat desa Tladan, sebagian besar masih menerapkan tradisi yang berlaku. Tradisi ini berupa methil methilā secara simbolis dengan alat yang dinamakan ani-ani. Methil āmethilā dilakukan sebelum padi dirit. Tata cara methil methilā dengan cara memotong sebagian padi dengan alat yang dinamakan ani-ani ani-aniā. Sebelum padi dipotong, ada Informan Ninik Maryati 51 tahun, 1 Mei 2020; Sri Muryati 43 tahun, 15 April 2020 doa yang harus diucapkan oleh orang yang akan methil pari methil padiā. Jika petani sudah melakukan ritual methil methilā, padi bisa dipanen dengan mesin gilingan pari gilingan padiā atau didhos didhosā. Setelah padi dirit diritā, digiling digilingā, diayak diayakā, lalu diwadahi karung dibawa pulang. Sebelum padi dijemur, dilakukan andum bawon membagi bawonā untuk buruh yang sudah ikut derepderepā di sawah. Jika sudah dibagi bawonnya bawonnyaā, petani bisa menjemur padi. Jika gabah gabahā yang dijemur sudah bersih dan kering, baru dimasukkan karung. Agar karung yang berisi gabah gabahā itu rapi, maka karungnya perlu didondomi didondomiā. Karung yang berisi gabah āgabahā dan sudah didondomi didondomiā, itu yang siap dijual. Yang tidak didondomi didondomiā nantinya akan diselep diselepā, dan dimasak sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. b. Pola Pikir, Pandangan Hidup, dan Pandangan Terhadap Dunia Masyarakat Petani terkait Aktivitas Mulai Menanam Padi Setelah masa panen selesai, petani memulai lagi merencanakan untuk menanam padi. Pertama, dimulai dari menjemur bulir-bulir padi sebagai bakal benih yang akan ditanam. Setelah benih padi dijemur, ada proses ngekum merendamā dan ngepep ngepepā. Sebelum benih padi 143 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 disebar, lahan yang digunakan untuk menyebar benih harus sudah siap. Maka perlu diluku dibajakā dan digaru digaruā. Setelah selesai diluku dibajakā dan digaru digaruā, benih yang sudah dipep dipepā, bisa disebar. Kira-kira sekitar 14 hari benih sudah tumbuh . Sembari menunggu benih tumbuh, petani perlu nampingi nampingiā dan ngalisi ngalisiā. Kemudian mopok galengan mopok pematang sawahā agar padat dan tidak bocor. Semua yang berkaitan dengan sawah, sama halnya dengan nyemoni manungsa mengisyaratkan seperti manusiaā. Ketika lahan untuk menanam sudah siap, proses menanam benih di lahan bisa dilakukan. Benih yang sudah tumbuh, lalu didhaut didhautā dan selanjutnya ditandur ditanamā. Ketika memulai tandur tanamā, beberapa masyarakat masih melakukan tata cara miwiti memulaiā. Miwiti memulaiā dilakukan dengan memberi cok bakal cok bakalā di salah satu poncotan pojokan/pancerā. Pemilik sawah menghadap ke barat lalu membaca surat Alfatihah. Seperti halnya salat, termasuk wujud ibadah dan berdoa agar hasilnya baik. diletakkan di poncotan pojokan/pancerā, karena merupakan pancer atau kiblat. Masyarakat Jawa di desa Tladan khususnya, banyak yang menanam padi, dikarenakan menanamnya mudah, banyak tersedia air, dan selesai ditandur ditanamā tinggal merawatnya. Selain hal di atas, masih banyak yang mau membeli gabah gabahā dan harganya masih lumayan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Terkait dengan proses-proses menanam padi, dari benih hingga panen, terdapat ajaran-ajaran dalam kehidupan yang bisa di ambil, seperti di bawah ini ajaran Ikhlas dan kemanusiaan, ajaran religiusitas, ajaran untuk bersikap rajin dan ulet, ajaran kewaspadaan, ajaran keterbukaan, ajaran keadilan, ajaran penghormatan kepada Dewi Sri. Aktivitas pertanian padi merupakan pasemon isyaratā, pitutur orang dalam pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap dunia masyarakat petani, terdapat pasemon-pasemon isyarat-isyaratā di mana masih jarang yang mengetahui. Suatu proses menanam padi sampai dengan panen merupakan wujud ibadah dan mempercayai Gusti Allah. Karena di dalam aktivitas pertanian padi, selain proses terdapat ritual-ritual yang mendekatkan hubungan manusia dengan Gusti Allah jika hal itu dipahami betul maknanya. PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini mempunyai tiga kesimpulan. Pertama, penelitian tentang bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan ini terdapat tiga bentuk yaitu bentuk monomorfemis, 144 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 polimorfemis afiksasi dan reduplikasi, dan frasa. Kedua, penentuan arti leksikal berdasarkan arti pada kamus. Makna gramatikal adalah makna yang muncul setelah adanya proses gramatikal. Makna kultural dapat ditinjau dari berbagai aspek, di antaranya tradisi yang masih berlaku, tradisi yang mencerminkan cara kerja, tujuan dilakukan aktivitas tersebut, dan budaya masyarakat desa Tladan yang terkait pola pikir dan pandangan hidup. Dari makna kultural yang disampaikan oleh informan dapat diketahui bahwa fenomena etnologi menyebabkan adanya fenomena linguistik. Ketiga, istilah-istilah aktivitas pertanian dibagi menjadi dua fase yaitu fase mulai bercocok tanam dan fase panen. Istilah-istilah aktivitas pertanian padi di desa Tladan, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan menjelaskan pola pikir berupa pengetahuan masyarakat setempat yang berisi prinsip-prinsip dan aturan-aturan, sehingga terselip ajaran-ajaran kehidupan yang dapat di ambil. Saran Penelitian ini memiliki beberapa saran, yaitu a Bahasa dalam budaya terkait aktivitas pertanian padi dengan kajian yang berbeda. b Bahasa dalam budaya terkait aktivitas pertanian padi dengan kajian yang sama namun ruang lingkup kajian lebih luas dan tempat berbeda. DAFTAR PUSTAKA Agdona, Bella Vista . 2018. āBahasa dan Budaya Jawa Terkait Tradisi Wiwit Sawah di Desa Musuk Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Kajian Etnolinguistikā. Skripsi. Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ahimsa Putra, Heddy Beberapa Bentuk Kajianā. Makalah dalam Temu Ilmiah Bahasa dan Sastra. Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta. Fitrianingrum, Wahyu. 2016. āBahasa dalam budaya jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Kajian Etnolinguistikā. Skripsi. Surakarta Universitas Sebelas Maret Surakarta. Fujiono, Dedi Sution. 2014. āIstilah-Istilah Pertanian Padi Dan Palawija Pada Masyarakat Madura Di Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo Suatu Tinjauan Etnolinguistikā, dalam Artikel Mahasiswa 2014. Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Jember. Haryanti, Dwi dan Agus Budi Wahyudi. 2007. āUngkapan Etnis Petani Jawa Di Desa Japanan,Kecamatan Cawas, Kabupaten KlatenKajian Etnolinguistikā, dalam Kajian Linguistik dan Sastra Juni 2007 35-50. Surakarta. PBS FKIP Universitas Muhamadiyah Surakarta. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta Gramedia Pustaka Utama. Nababan, PWJ. 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta. Pustaka Utama. Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Jakarta JB. Welters. Saharudin dan Syarifuddin. 2012. āKategori Dan Ekspresi Linguistik Dalam Bahasa Sasak Pada Ranah Pertanian Tradisional Kajian Etnosemantikā, dalam Adabiyyat Vol. XI, Juni 2012. Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta Duta Wacana. Suyanto. 2019. āIstilah-istilah dalam Budidaya Tanaman Padi di Desa Banjarsari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengahā, dalam Nusa Vol. 14 No. 1 Februari 2019. 145 Nanda Anjarwati/Sutasoma 8 2 2020 Wahyuni, Tri. 2017. āMakna Kultural Pada Istilah Bidang Pertanian Padi Di Desa Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah Sebuah Tinjauan Etnolinguistikā, dalamJalabahasa Volume 13 Nomor 1 Tahun 2017. Semarang. Balai Bahasa Jawa Tengah. . ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
masyarakat lokal terhadap& pariwisata& dan& bagaimanakah mekanisme& pemberdayaan masyarakat&dalam&mengelola&dan&menjaga& kawasan& wisata.&Setelah& semua& data&& kegiatan& pariwisata& yang&terkait&dengan&& Desa Wisata Pantai Trisik& Banaran terkumpul kemudian& dianalisis& secara& deskriptif&kualitatif&dan&kuantitatif.Kualitatif&
Sosiologi pedesaan merupakan salah satu kajian khusus cabang dari Sosiologi. Sosiologi sebagai kajian keilmuan yang membahas tentang relasi sosial dalam lingkup masyarakat. Istilah pedesaan merupakan lingkup administrasi yang paling rendah di level negara. Dengan demikian, sosiologi pedesaan mengkaji tentang berbagai bentuk interaksi sosial dalam masyarakat di level administrasi paling rendah. Kajian sosiologi pedesaan dibagi menjadi 2 versi, yakni sosiologi pedesaan klasik dan sosiologi pedesaan modern. Definisi klasik lebih fokus pada definisi desa yang pada saat itu desa memiliki perbedaan kondisi yang signifikan dengan kota. Beberapa definisi klasik sosiologi pedesaan 1. Prinsip-prinsip sosiologi yang digunakan untuk menganalisis relasi sosial di pedesaan Smith; 2 Sosiologi kehidupan dalam lingkungan masyarakat desa; Sebuah ilmu yang digunakan dalam program organisasi sosial pedesaan atau perkembangan dari kehidupan masyarakat pedesaan Dwight Sanderson; 3. Studi tentang populasi, organisasi sosial dan proses sosial masyarakat pedesaan dan 4. Pengetahuan yang sistematis dan komprehensif tentang organisasi sosial dan kehidupan masyarakat pedesaan. Sosiologi pedesaan adalah gambaran dari kehidupan sosial masyarakat desa. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... Lingkungan geografis dusun yang dikelilingi sawah dan perbukitan memberikan gambaran bahwa masyarakat Dusun R mayoritas bekerja sebagai petani memiliki lahan atau pun buruh tani tidak memiliki lahan, yang dimiliki hanya tenaga kerja saja Muryanti, 2018. Mereka ada yang memiliki sawah sendiri, akan tetapi tidak sedikit warga yang menggarap sawah milik orang lain atau biasa dikenal sebagai petani penggarap atau buruh tani. ...... Atas nama shodaqoh dan adanya perintah Pak Dukuh menjadikan warga masyarakat mengikuti perintah untuk menyediakan sedekah berupa aneka makanan tersebut. Apa yang dilakukan oleh pak Dukuh dan jamaah Masjid Al Falah ini sesuai dengan pemikiran Clifford Geertz tentang kemiskinan bersama, yaitu terjadinya pertukaran ekonomi dimana kondisi ekonomi yang tidak naik dan tidak turun, yang terpenting bisa bertahan dengan cara berbagi ekonomi Muryanti 2018. Padahal sebenarnya jamaah yang datang tersebut makan dari snack yang mereka bawa sendiri, akan tetapi seolah-olahnya mendapatkan snack gratis dari Pak Dukuh. ... Muryanti MuryantiMarx mengatakan bahwa basis struktur masyarakat menentukan supra struktur yang berada di masyarakat tersebut. Mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar petani akan menentukan bagaimana bentuk dan polapola interaksi sosial dan politik yang berkembang pada masyarakat tersebut. Menurut Durkheim, masyarakat desa yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani memiliki solidaritas mekanik, yaitu sebuah solidaritas yang berisi kepatuhan kepada kekuatan tunggal yang bersifat otoritatif Johnson 1986. Hal tersebut disebabkan mayoritas pekerjaan masyarakat yang hampir sama yaitu petani atau buruh tani yang memiliki pola tanam di sawah dan pola interaksi di rumah yang hampir sama sehingga solidaritas yang otoritatif menuju keseragaman lebih mendominasi dalam masyarakat dibandingkan dengan solidaritas yang berbasiskan pembagian kerja dalam masyarakat solidaritas organik.... Sebagian petani mempraktikan pertanian modern, sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan pangan. Petani juga mempraktikan pertanian subsisten dan komersiil secara bersamaan atau dikenal dengan pertanian campuran Muryanti, 2018. Pertanian subsisten mayoritas diterapkan oleh petani tradisional dengan komoditas utama tanaman padi. ...The ritual that is still practiced by many farmers in Java, in particular, is the wiwit ritual. The Wiwit ritual is carried out to start the planting period and start the harvest period. The problems studied in this paper explain how the Wiwit tradition is organized, what values and rationality are attached to the Wiwit tradition, and what changes have occurred to the Wiwit tradition. The data collection method uses a literature study, where the authors collect data by examining previous studies that are still related. The results showed that the majority of subsistence agriculture was applied by traditional farmers with the main commodity of rice plants still applying the Wiwit tradition. The values that underlie the Wiwit tradition are; religious values to reject evil, prevent bad things, thanksgiving to God and the earth; Ecological Values, with concern for agriculture and the environment; Social values with the existence of alms, friendship, sharing, and mutual respect. However, when there is a change in the Wiwit tradition, some community members are starting to be inconsistent with the Wiwit ceremony, changing the type of food and reducing the number of ceremonies or rituals yang masih banyak dilakukan petani di Jawa khususnya adalah ritual wiwit. Ritual Wiwit yang dilakukan untuk mengawali masa tanam dan mengawali masa panen. Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini menjelaskan bagaimana tradisi Wiwitan diselenggarakan, nilai-nilai dan rasionalitas apa yang melekat pada tradisi Wiwit serta perubahan apa yang terjadi pada tradisi Wiwittersebut. Metode pengumpulan data menggunakan studi literature, dimana penulis mengumpulkan data dengan menelaah penelitian terdahulu yang masih terkait. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertanian subsisten mayoritas diterapkan oleh petani tradisional dengan komoditas utama tanaman padi yang masih menerapkan tradisi Wiwit. Nilai-nilai yang mendasari tradisi Wiwit yaitu; nilai religius untuk menolak bala, mencegah hal-hal buruk, ucapan terima kasih kepada Ilahi dan bumi; Nilai Ekologi, dengan adanya kepedulian terhadap pertanian dan lingkungan; Nilai Sosial dengan adanya sedekah, silaturahmi, saling berbagi dan saling menghormati. Namun, saat ini terjadi perubahan pada tradisi Wiwit, beberapa anggota masyarakat mulai tidak konsisten dengan adanya upacara Wiwit, perubahan jenis makanan dan mengurangi jumlah upacara atau ritual yang dana desa saat ini diarahkan untuk dilaksanakan dengan cara pemberdayaan masyarakat dan swakelola. Salah satu program swakelola adalah cash for work yang bertujuan mencegah terjadinya kebocoran wilayah regional leakages. Dana desa diharapkan tidak mengalir ke luar desa sehingga dapat menimbulkan multiplier effect bagi pembangunan desa. Bentuk kegiatan dalam cash for work misalnya pembangunan sarana dan prasarana. Hasil disikusi mengidentifikasi masalah-masalah dalam pengelolaan dana desa yaitu 1 masyarakat belum sepenuhnya memahami pengunaan dana desa sehingga tidak jarang sebagian masyarakat menganggap dana desa sebagai bantuan dari pemerintah. 2 aparat desa belum memahami dengan baik mengenai pengelolaan dana, konsekuensinya mereka ragu dalam menggunakan dana desa karena takut tersangkut kasus penyelewengan dana desa. 3 masyarakat masih kesulitan dalam pengalokasian dana desa walaupun standar baku dari pemerintah sudah ada, 4 beberapa masyarakat mengangap pengelolaan dana desa relatif belum transparan, 5 masyarakat masih sulit menemukenali potensi pendapatan desa sehingga diversifikasi sumber-sumber pendapatan desa masih sangat terbatas. Muryanti MuryantiSocial entrepreneurship is an important concept for realizing the welfare of rural communities. This concept refers to the dedication of individuals, who have the character of a leader, who collaborates actively with their communities, to realize collective welfare. This research aims to analyze the role of Village-Owned Enterprises BUMDes in improving the welfare of rural communities through social entrepreneurship. This research was qualitative. The data collection technique used in this research was the observation. The results of observations are then analyzed, combined, and enriched with secondary data. The results showed that BUMDes is an institution in rural areas, which has an important role in encouraging and supporting the principles of social entrepreneurship in rural communities. However, the various BUMDes activities and innovations have not yet provided significant changes for the village such as job opportunities for rural youth and various economic activities in rural areas to improve the local economy. Strengthening the social system in the village is needed to realize social entrepreneurship comprehensively through the active collaboration of village leaders and the community. Village fund management by BUMDes needs to be continued and evaluated in its tentang Kedaulatan Pangan. Malaysia; PAN APErfan FaryadiFaryadi, Erfan. 2006. Modul tentang Kedaulatan Pangan. Malaysia; PAN Keadilan AgrariaNoer FauziDan DadangJuliantaraFauzi, Noer dan Dadang Juliantara. 2001. Menyatakan Keadilan Agraria. Bandung Demokrasi; The New Local Politics of DemocratisationJohn HarrisHarris, John. 1988. Politicising Demokrasi; The New Local Politics of Democratisation, New York, Palgrave MacMillan Hayami, Yujiro & Masao Kikuchi, 1987, Dilema Ekonomi Desa, Jakarta, Yayasan Obor IndonesiaBioteknologi dan Pertanian Dunia Ketiga Harapan atau Janji Palsu? JakartaHendrastutiHendrastuti, 2003, Melestarikan Alam Melepas Ketergantungan, dalam Buku belajar dari Petani, Kumpulan Pengalaman Bertani Organik. Yogyakarta; SPTN -HPS, Lesman, Mitra Tani Hobbenlink, Henk. 1988. Bioteknologi dan Pertanian Dunia Ketiga Harapan atau Janji Palsu? Jakarta; Yayasan Obor IndonesiaTeori Sosiologi Klasik dan Modern, University of South Florida Jilid I, diIndonesiakan oleh Robert MDoyle JohnsonPaulJohnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, University of South Florida Jilid I, diIndonesiakan oleh Robert Jilid I. Jakarta; Petani Banten. JakartaSartono KartodirjoKartodirjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten. Jakarta; Pustaka Menumpas Petani Menyingkap Kejahatan Industri PanganKhudoriKhudori. 2004. Neoliberalisme Menumpas Petani Menyingkap Kejahatan Industri Pangan. Yogyakarta Resist Negeri Salah Urus!. Yogyakarta Resist BookKhudoriKhudori. 2005. Lapar Negeri Salah Urus!. Yogyakarta Resist Bentang KusumawijayaBentang Kusumawijaya, Marco. 2001. Mewujudkan Partisipasi. Jakarta;Analisis Sosial; Bersaksi dalam Advokasi Irigasi. Yogyakarta; LaperaMukaniddunMukaniddun. 2006. Analisis Sosial; Bersaksi dalam Advokasi Irigasi. Yogyakarta; Lapera.
. 184 430 217 350 5 220 132 495